SELEBRITI UPDATE

Gunung Merapi Meletus

Menyoal Merpati

Posted on May 12, 2011 and filed under . You can follow any responses to this entry through theRSS 2.0 . You can leave a response or trackback to this entry from your site

Tentang keamanan pesawat buatan Xian Aircraft Industrial Corporation, China, itu telah ditegaskan keandalannya oleh manajemen Merpati. Namun, setelah musibah dengan 25 orang tewas di Kaimana, diperlukan penjelasan rinci oleh pemerintah. Apakah jatuhnya Merpati karena hambatan nonteknis?
Sekadar mempertanyakan, mengapa Merpati tak membeli pesawat terbaik di dunia ini untuk menghadapi kondisi cuaca dan alam paling ekstrem seperti di Papua? Apa tak punya uang? Apakah anggaran sudah juga cukup memadai sehingga Merpati mampu melatih pilot secara berkelanjutan?
Di dunia transportasi, tiada faktor tunggal dalam sebuah kecelakaan. Tak bisa hanya menyalahkan cuaca atau kelalaian pilot. Banyak faktor yang saling menjalin dengan dampak terburuk hilangnya nyawa orang. Seharusnya beberapa faktor ini sudah bisa diantisipasi.
Misalnya kasus pesawat Adam Air. Navigasi yang tak diperbaiki atau diganti telah menyasarkan Boeing 737-300 Adam Air rute Jakarta-Makassar hingga ke Bandara Tambolaka, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, pada Februari 2006. Sebuah Boeing 737 Adam Air lainnya jatuh di Selat Makassar pada 1 Januari 2007.
Dengan berbagai kisah itu, tebersit kehendak kuat untuk menjaga nyawa penumpang di negeri ini. Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 pun dibuat lebih tegas. Syarat kepemilikan pesawat makin sulit. Hanya perusahaan berduit yang boleh berbisnis penerbangan. Laporan keuangan harus ditembuskan ke pemerintah.
Merpati memang sedang dalam masa sulit. Restrukturisasi demi restrukturisasi telah dikerjakan. Utang sebesar 24 juta dollar AS telah ditekan menjadi 4,8 juta dollar AS. Meskipun begitu, para pemilik pesawat yang belum terima uang sewa mengancam akan menarik tujuh unit Boeing 737 Merpati pada akhir bulan ini.
Pemerintah perlu menjawab serius kondisi Merpati. Perlu segera kucurkan tambahan modal. Tahun 2010 dijanjikan dana Rp 310 miliar dan tahun 2011 Rp 510 miliar, tetapi dana itu tak kunjung masuk ke rekening Merpati. "Kami hanya butuh satu kebijakan dari pemerintah supaya Merpati bangkit lagi," kata Direktur Utama Merpati Sardjono Jhony. Merpati praktis sudah limbung dalam 20 tahun ini.
Namun, Merpati tak sekadar membutuhkan kebijakan, tetapi juga kebijaksanaan. Misalnya, mengapa Merpati tidak diakuisisi Garuda Indonesia? Apalagi Garuda punya rencana melayani rute komuter dengan pesawat baling-baling. Bila dianggap berprospek, mengapa setengah-setengah membantu Merpati?
Bukankah Garuda juga dibantu pemerintah dengan sederetan restrukturisasi. Utang-utang Garuda semisal ke Bank Mandiri pernah pula dikonversi jadi penyertaan modal. Kebijakan berupa setoran modal kerja dan kebijaksanaan harus segera diambil untuk "menyelamatkan" Merpati. Bila tidak, entah apa yang bakal terjadi.

0 Responses for “ Menyoal Merpati”

Leave a Reply

Jangan Meninggalkan Komentar yang mengandung unsur SARA, karena akan dihapus oleh Admin, Terima Kasih

Recently Commented

Recent Entries

Photo Galery